Thursday, December 22, 2016

Etika Dalam Kantor Akuntan Publik (KAP)


Etika Kantor Akuntan Publik (KAP)
Sumber : Google Image

Etika adalah aturan tentang baik dan buruk. Beretika dalam berbisnis adalah suatu pelengkap utama dari keberhasilan para pelaku bisnis. Namun pada prakteknya banyak perusahaan yang mengesampingkan etika demi tercapainya keuntungan yang berlipat ganda. Lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga menggeser prioritas perusahaan dalam membangun kepedulian di masyarakat. Kecenderungan itu memunculkan manipulasi dan penyelewengan untuk lebih mengarah pada tercapainya kepentingan perusahaan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kode etik sangatlah penting untuk setiap profesi apapun itu. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota profesi baik dalam berhubungan dengan kolega, langganan, masyarakat dan pegawai.

Etika dalam Kantor Akuntan Publik

Ada lima aturan etika yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia  (IAPI). Lima aturan etika itu adalah :

a)      Independensi.

Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAPI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (infacts) maupun dalam penampilan (in appearance)

b)      Integritas dan Objektivitas.

Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.



Standar umum dan prinsip akuntansi

a)      Standar Umum.

Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAPI :

·       Kompetensi Profesional

·       Kecermatan dan Keseksamaan Profesional

·       Perencanaan dan Supervisi

·       Data Relevan yang Memadai



b)      Kepatuhan terhadap Standar.

Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAPI.

c)      Prinsip - Prinsip Akuntansi

Anggota KAP tidak diperkenankan :

(1)   Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau

(2)   Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAPI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.

Tanggung jawab kepada klien

  1. Informasi Klien yang Rahasia.
    Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk :

1)      Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi

2)      Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang - undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.

3)      Melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAPI atau

4)      Menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAPI dalam rangka penegakan disiplin Anggota.

Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review diatas, tidak boleh memanfaatkannya untuk keuntungan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (d) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (c) di atas.

 Tanggung jawab kepada rekan seprofesi

a.       Tanggung jawab kepada rekan seprofesi.

Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.

b.      Komunikasi antar akuntan publik.

Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai. Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
Tanggung jawab dan praktik lain

a.       Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan.

Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.

b.      Iklan, promosi dan kegiatan pemasaran lainnya.

Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

c.       Komisi dan Fee Referal.

1)      Komisi

Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada / dari klien / pihak lain untuk memperolah penugasan dari klien / pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.

2)      Fee Referal (Rujukan).

Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan / diterima kepada / dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.



Bentuk Organisasi dan Nama KAP

Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.  Aturan - aturan etika ini harus diterapkan oleh anggota IAPI dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).

 Tanggung Jawab Sosial KAP Sebagai Entitas Bisnis

Tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tanggung jawab sosial kantor akuntan publik meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.

Regulasi Dalam Rangka Penegakan Etika KAP

Di Indonesia, melalui Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP – Dep. Keu.), pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya.

Perkembangan terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah, dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Big-5 yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya, kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:

(i)    Pembuatan standar akuntansi dan standar audit

(ii)   Pemeriksaan terhadap kertas kerja audit, dan

(iii)  Pemberian sanksi.

Regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar, terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Di samping itu ditambahkan pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan kualitas audit.



Pembahasan kasus :

Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak.

September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.

Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.

Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan



Pembahasan : pada kasus ini KPMG melanggar prinsip intergitas dimana dia menyuap aparat pajak hanya untuk kepentingan kliennya, hal ini dapat dikatakan tidak jujur karena KPMG melakukan kecurangan dalam melaksanakan tugasnya sebagai akuntan publik sehingga KPMG juga melanggar prinsip objektif



Sumber :



Tuesday, November 8, 2016

Etika Auditing

Secara garis besar etika dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan etika dalam masyarakat sangat mendesak sehingga sangatlah lazim untuk memasukkan nilai-nilai etika ini kedalam undang-undang atau peraturan yang berlaku di negara kita. Banyaknya nilai etika yang ada tidak dapat dijadikan undang-undang atau peraturan karena sifat nilai-nilai etika sangat tergantung pada pertimbangan seseorang.

Sumber : www.google,com


Prinsip etika seorang auditor terdiri dari enam yaitu:
a)      pertama rasa tanggung jawab (responsibility)  mereka harus peka serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh akti"itas yang mereka lakukan.
b)      kedua kepentingan publik, auditor harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan orang banyak, menghargaikepercayaan publik,  serta menunjukan komitmennya pada profesionalisme.
c)      ketiga integritas,  yaitu mempertahankan dan memperluas keyakinan publik.
d)     keempat obyektivitas dan independensi, auditor harus mempertahankan obyektifitas dan terbebas dari konflik antar kepentingan dan harus berada dalam posisi yang independen.
e)      kelima  Due care, seorang auditor harus selalu memperhatikan standar tekhnik dan etika profesi dengan meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa, serta melaksanakan tanggung jawab dengan kemampuan terbaiknya.
f)       keenam lingkup dan sifat jasa, auditor yang berpraktek bagi publik harus memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang disediakannya.

Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.

Tanggung Jawab Auditor kepada Publik
Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik adalah kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya serta sesuai dengan kode etik professional AKDA.

Tanggung Jawab Dasar Auditor
Di dalam kode etik profesional AKDA, ada 3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh auditor kepada publik.
a)      Auditor harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif
b)      Auditor harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya
c)      Auditor harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab mereka kepada publik.

Independensi Auditor
Independensi dalam arti sempit adalah bebas, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam menyatakan hasil pendapatnya.
Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktek akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya..

Regulator Mengenai Independensi Akuntan Publik
Ada beberapa ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal. Ketentuan tersebut memuat hal-hal sebagai berikut:
Jangka waktu Periode Penugasan Profesional.
1.      Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu.
2.      Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.

Contoh Kasus Pelanggaran Etika Auditing:
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.

Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1.      Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2.      Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
3.      Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4.      Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.

Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.

Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.

Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.

Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan


Sumber :

https://astridpurnamasary.wordpress.com/2015/12/15/bab-5-etika-dalam-auditing/

Wednesday, October 19, 2016

Etika Governance

Sumber : www.google.com

1.    Pengertian Etika Governance
Etika berasal dari perkataan yunani “ethes” berarti kesediaan jiwa atau kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan. Perkataan mores kemudian berubah menjadi mempunyai arti yang sama dengan etika. Etika disebut pula “moral phiciolophy” karena mempelajari moralitas dari perbuatan manusia sedangkan moral itu adalah apa yang baik atau apa yang buruk, benar atau salah dengan menggunakan ukuran norma atau nilai. Sedangkan, Governance adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi.
Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD negara.
Etika pemerintahan ini juga dikenal dengan sebutan Good Corporate Governance. Menurut Bank Dunia (World Bank) Good Corporate Governance adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.

2.      Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Sebagai sebuah sistem, proses, struktur dan aturan yang memberikan suatu nilai tambah bagi perusahaan, Good Corporate Governance memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)   Keadilan (Fairness)
Keadilan adalah kesetaran perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini yang ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan korporasi terhadap konflik kepentingan minoritas, membuat pedoman perilaku perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggungjawab dewan komisaris, direksi dan komite termasuk sistem remunerasi, menyajikan informasi secara wajar.
2)      Transparansi/Keterbukaan (Transparency)
Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan, pengawasan, keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya). Dengan transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana suatu perusahaan dikelola. Namun hal tersebut tidak berarti masalah-masalah yang strategis harus dipublikasikan, sehingga akan mengurangi keunggulan kompetitif perusahaan. Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
3)      Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perusahaan termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan perencanaan yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan perusahaan harus sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat, mengembangkan komite audit dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best practice bukan sekedar audit.
4)      Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
5)      Keterbukaan dalam Informasi (Disclosure)
Disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang bersifat material dan relevan mengenai perusahaan harus dapat memberikan informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan. Hal tersebut terutama untuk perusahaan yang sudah go public, dimana pemegang saham sangat berkepentingan dengan informasi kinerja perusahaan tersebut berada.  
6)      Kemandirian (Independency)
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. 

3.      Governance system
Governance system artinya sistem pemerintahan, yaitu dimana secara harfiah sistem merupakan keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan negara dan kepentingan negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti sistem pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Sistem pemerintahan bertujuan untuk menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinue dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Di dalam dunia bisnis, perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Tindakan dan kata-kata manajemen puncak harus sejalan dengan tujuan utama perusahaan, dengan memberikan contoh nyata. Prilaku ini merupakan budaya etika.
Untuk mencapai hal tersebut, maka perusahaan harus memiliki corporate governance, yaitu proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Untuk mengimplementasikannya maka dibuatlah suatu kode etik bagi karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Kode etik ini bertujuan untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Di dalm etika kerja diatur hubungan antar individu baik didalam perusahaan maupun diluar perusahaan Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
Komponen unsure- unsure yang tidak dapat terpisahkan, dari governance system yaitu :

1.      Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :   
1)      Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
2)      Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No.
        10 Tahun 1998.

2.      Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
1)      Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang
Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
2)      Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank
Umum.
3)      Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)

3.      Governance Mechanism 
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
1)      Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
2)      Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan
Modal Minimum bagi Bank.
3)      Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
4)      Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang
Rencana Bisnis Bank Umum.

4.      Budaya Etika
Untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab serta memaksimalkan nilai pemegang saham, dieperlukan sutau kode etik bagi karyawan & pimpinan perusahaan. Kode etik ini merupakan salah satu contoh budaya etika di dalam perusahaan. Dan yang bertugas untuk menerapkan budaya etika itu tersebut adalah manajemen puncak. Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :
1)      Menetapkan credo perusahaan dengan cara membuat pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, lalu diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan. 
2)      Menetapkan program etika yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
3)      Menetapkan kode etik perusahaan (setiap perusahaan memiliki kode etik yang berbeda).
Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).

5.      Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Prinsip-prinsip moral etika dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan, dilaksanakan  pada saat membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Penerapan etika ini diharapkan dapat menjadi panduan atau “hati nurani” dalam proses bisnis, sehingga dapat menciptakan suatu suasana kegiatan bisnis yang beretika, yang tidak hanya mengejar keuntungan saja, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

 6.      Kode Perilaku korporasi (Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct (Pedoman Perilaku) adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan siistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-perturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya, serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pelaksanaan Code of Conduct mencerminkan perilaku pelaku bisnisnya, dalam hal pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Pelaksanaan Code of Conduct diawasi oleh Dewan Kehormatan yang bertugas mengawasi pelaksanaan pedoman ini. Dewan Kehormatan terdiri dari Dewan Komisaris, Direksi, karyawan yang ditunjuk, dan serikat pekerja. Mekanisme Dewan Kehormatan diatur dalam surat Keputusan Direksi. Dan pedoman Code of Conduct ini menjadi kewajiban setiap individu untuk menandatangani pernyataan kepatuhan dan integritas atas pedoman ini, saat terjadinya hubungan perikatan kerja individu perusahaan serta saat terjadinya revisi terhadap pedoman ini di masa yang akan datang

7.      Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
1)      Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan. Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
            2)      Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku.Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman ini.

­8.    Contoh Kasus
Kasus Perusahaan Yang Menyimpang Dari GCG
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan beberapa pelanggaran kepatuhan PT Jamsostek atas laporan keuangan 2011 dengan nilai di atas Rp7 triliun. Hal tersebut terungkap dalam makalah presentasi Bahrullah Akbar, anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan dalam diskusi Indonesia Menuju Era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Bahrullah mengatakan ada empat temuan BPK atas laporan keuangan 2011 Jamsostek yang menyimpang dari aturan.
1.       Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan Progran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah 22/2004. 
2.        Kedua, Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi penerimaan Jamsostek yang hilang mencapai Rp36,5 miliar karena tidak menerapkan tarif jaminan kecelakaan kerja sesuai ketentuan.
3.                  Ketiga, BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi bermasalah, yakni jaminan medium term notes (MTN). Adapun aset yang belum diselesaikan adalah tanah eks jaminan MTN PT Sapta Prana Jaya senilai Rp72,25 miliar dan aset eks jaminan MTB PT Volgren Indonesia.
4.                  Adapun temuan keempat dari BPK adalah masih terdapat beberapa kelemahan dalam pemantauan piutang hasil investasi. Pengendalian dan monitoring PT Jamsostek atas piutang jatuh tempo dan bunga deposito belum sepenuhnya memadai.

Selain temuan tersebut, BPK juga menemukan sejumlah ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek.
1.    Pertama, Jamsostek belum efektif mengevaluasi kebutuhan pegawai dan beban kerja untuk mendukung penyelenggaran program JHT.
2.    Kedua, Jamsostek belum efektif dalam mengelola data peserta JHT. 
3.    Ketiga, Jamsostek masih perlu membenahi sistem informasi dan teknologi informasi yang mendukung kehandalan data.
4.    Keempat, Jamsostek belum efektif melakukan perluasan dan pembinaan kepersertaan. Hal tersebut terlihat bahwa Jamsostek belum menjangkau seluruh potensi kepersertaan dan masih terdapatnya peserta perusahaan yang tidak patuh, termasuk BUMN. 
5.    Adapun Kelima, Jamsostek tidak efektif memberikan perlindungan dengan membayarkan JHT kepada 1,02 juta peserta tenaga kerja usia pensiun dengan total saldo Rp1,86 triliun. 
Analisis: Dari contoh kasus diatas merupakan kasus penyimpangan laporan keuangan 2011 dan ketidakefektifan dalam kinerja Jamsostek. Oleh karena itu menurut saya kasus seperti ini harus lah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peristiwa ini yang diakibatkan karena kurang baiknya sistem good corporate governance, harapan agar dapat segera teratasi dan tidak dapat terulang kembali. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga harus dapat menjaga kestabilan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sehingga tercipta ativitas pasar modal yang jujur,trasparan, aman dan sesuai dengan undang-undang hukum yang berlaku.

Sumber :